Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Archives

Kamis, Agustus 20, 2009

Materi dan Energi

Sains modern telah membuktikan bahwa alam semesta tercipta dari satu ledakan dahsyat yang di kenal dengan ledakan satu titik tunggal (Big Bang) dimana materi, energi ruang dan waktu termampatkan dalam satu titik tunggal sehingga menyebabkan ledakan dahsyat terjadi. Itulah awal mula diciptakannya alam semesta

Diantara sekian banyak fenomena alam yang di kaji oleh para ilmuan adalah tentang materi dan energi. Materi dan energi memiliki hubungan yang tidak terpisahkan, karena masing-masing keberadaannya dipengaruhi oleh yang lainnya. Energi memiliki sifat partikel (materi) dan materi memiliki sifat gelombang.

Setiap hari alam semesta secara alamiah sudah menyediakan berbagai macam gelombang, seperti gelombang laut, gelombang suara sampai gelombang cahaya yang selalu dipancarkan oleh matahari. Hal itu bisa dirasakan manfaatnya oleh manusia setiap saat, terutama dalam pengembangan sains dan teknologi yang dalam setiap penemuannya tidak pernah lepas dari kekuasaan Allah yang telah menghamparkan ilmu-Nya kepada manusia melalui alam semesta ini.

Diluar yang alamiah, rekayasa teknologi manusia mampu menciptakan gelombang-gelombang tertentu yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan manusia, mulai dari gelombang radio, TV, oven microwave, hand phone sampai gelombang sinar X dan sinar gamma. Untuk beberapa keperluan manusia membuat stasiun-stasiun pemancar gelombang yang bisa memancarkan bermacam-macam gelombang.

Bukan hanya pada ilmu fisika kita mengenal gelombang. Saat ini sudah banyak dipelajari bahwa manusia baik secara fisik (lahir) maupun non fisik (batin) juga selalu memancarkan dan menerima gelombang. Gelombang yang ada dalam diri manusia diyakini mampu diolah dan didayagunakan untuk mencapai kesuksesan. Bahkan sudah banyak orang-orang sukses yang membenarkan bahwa ada sejenis gelombang-gelombang tertentu yang keluar dan masuk dalam diri mereka, yang membuat mereka mampu melewati batas dan menjadi orang sukses seperti pancaran cahaya (aura) yang keluar dari orang-orang tertentu yang meiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Cahaya tersebut bisa dimiliki oleh siapa saja yang siap menggali dan memanfaatkan potensi (ruh) yang ada dalam dirinya untuk menjadi orang-orang luar biasa.

Dua Unsur Penciptaan Manusia:
Cahaya adalah salah satu bentuk energi. Setiap yang memancarkan cahaya berarti memancarkan energi. Manusia diciptakan dari materi (tanah) sabagaimana firman Allah QS. Shaad (38) : 71, "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". Disamping itu manusia pada dasarnya juga memiliki dimensi cahaya yang dalam dirinya bersemayam sebagai ruh sebagaimana firman Allah: QS. Shaad (38) : 72, "Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".

Dari ayat-ayat di atas menjadi jelas bahwa hakekat manusia terdiri dari dua unsur pokok yakni, gumpalan tanah{1} (materi/badan) dan hembusan ruh (immateri). Di mana keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan agar dapat di sebut manusia. Dalam perspektif sistem nafs, ruh menjadi faktor penting bagi aktivitas nafs manusia ketika hidup di muka bumi ini, sebab tanpa ruh, manusia sebagai totalitas tidak dapat lagi berpikir dan merasa{2} (keberadaanya sebagai makhluk).

Ruh adalah zat murni yang tinggi, hidup dan hakekatnya berbeda dengan tubuh. Tubuh dapat diketahui dengan pancaindra, sedangkan ruh menelusup ke dalam tubuh sebagaimana menelusupnya air ke dalam bunga, tidal larut dan tidak terpecah-pecah. Sudah lama "kemisteriusan" ruh menjadi perdebatan di kalangan ulama Islam (teolog, filosof dan ahli sufi) yang berusaha menyingkap dan menelanjangi keberadaannya guna mendapatkan kepastian tentang hakekat ruh.

Korelasi Ruh (energi) dan Waktu:
Dimensi cahaya (ruh/energi) dalam diri manusia memiliki keterkaitan yang erat dengan waktu, karena setiap manusia memiliki tingkat kualitas ruh yang berbeda. Kualitas ruh inilah yang bisa mengubah persepsi seseorang tentang waktu. Hal ini sebenarnya pernah dilontarkan oleh seorang sufi Persia abad pertengahan, Fakhruddin Iraqi, yang membagi bermacam-macam waktu (dahr) berdasarkan derajat suatu makhluk. Dalam karyanya "Ghayah Al-Imkan Fi Dirayah Al-Makan" yang merupakan hasil sebuah kontemplasi pengalaman mistik, Iraqi menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas makhluk, maka ia semakin dekat dengan Waktu Ilahi (Baca: kisah Ashabul Kahfi). Lebih jauh dari itu, Mudhary seorang ulama kontemporer, sekaligus fisikawan, dan ahli berbagai macam bahasa dunia, dalam berbagai karya ilmiahnya juga menjabarkan relasi antara jasad dan ruh dalam diri manusia yang bisa dirumuskan secara ilmiah melalui postulat Einstein yang terkenal, E = m.c2 (E=energi, m=massa dan c= kecepatan cahaya), di mana potensi ruh ditandai sebagai (c) dan tubuh material manusia sebagai (m). Di sinilah kemudian muncul hipotesis bahwa pengembangan ruhaniyah seseorang bisa melipatgandakan seluruh potensi dirinya yang sekaligus berarti memperkaya penghayatannya terhadap waktu. Wallaahu A'lam.

Keterangan:
{1}. Materi manusia merupakan saripati tanah liat yang merupakan cikal bakal Nabi Adam dan keturunannya. Materi atau sel benih (nutfah) ini, yang semula adalah tanah liat, setelah melewati berbagai proses, akhirnya menjadi manusia. Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan). Makanan menjadi darah, darah menjadi sperma dan indung telur. Sperma kemudian bersatu dengan indung telur dalam suatu wadah (QS. 23:14) hasil dari persatuan yang terjadi di dalam rahim, setelah melalui proses transformasi yang panjang sehingga menjadi resam tubuh yang harmonis (jibillah) dan menjadi cocok untuk menerima ruh. Adapun penerimaan ruh ini semuanya langsung dari Allah, dan ini diberikan tatkala embrio sudah siap dan cocok untuk menerimanya. Lihat Ali Issa Othman, Manusia menurut Al-Ghazali, cet. II (Bandung: Pustaka, 1987), 115.
{2}. Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 2000), 128.

(By: Handy AFi2)

0 komentar:

Posting Komentar