Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Archives

Kamis, Agustus 20, 2009

Optimalisasi Potensi Intelektual Muslim

Dalam diri manusia terdapat banyak potensi yang kebanyakan diantara mereka tidak tahu dan tidak memanfaatkan potensinya itu dengan baik untuk kesuksesan hidupnya. Mereka hanya mengandalakan kesuksesan orang-orang disekitarnya tanpa berusaha meraih kesuksesan untuk dirinya sendiri. Contoh seorang mahasiswa yang senantiasa bangga atas kekayaan orang tuanya tanpa memikrkan bagaimana ia seharusnya belajar untuk hidup sederhana sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan kepadanya.

Mahasiswa yang haus akan ilmu maka ia tidak akan pernah berhenti setiap saat untuk berfikir bagaimana merubah dirinya menjadi lebih baik, yaitu dengan aktivitas dan manajemen waktu yang kreatif sehingga dapat merubah dirinya menjadi generasi rabbany atau "Religious Scientific Generation" yang senantiasa berfikir logis, analitis, realistis dan dialektis serta senantiasa mengintegralisasikan setiap apa yang ia lakukan kepada sumber pengetahuan yaitu Al-Qur’an. Itulah generasi ulul albab, yaitu generasi yang memiliki kecerdasan intelektualitas dan kecerdasan akademis serta menghubungkannya dengan nilai-nilai Ilahi atau nilai-nilai spritualitas.

Manusia bisa memiliki kecerdasan intelektual dan spirutual karena setiap manusia dibekali dua hal: daya pikir (aqal) dan daya rasa (qalbu/hati). Dari situ kita tahu bahwa kecondongan hati seseorang sangat menetukan terhadap kecerdasannya. Sementara itu aqal punya kemampuan melakukan analisa atas segala hal yang bisa diamati secara empiris.

Setiap aktifitas yang di lakukan manusia berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, antara lain adalah aktifitas mahasiswa. Kebanyakan diantara mereka lebih mengedepankan rasionalitas daripada nilai-nilai spiritualitas (ruhiyah). Kebebasan berfikir mereka tanpa dibekali kekuatan iman maka mereka tersesat dengan hasil pemikiran mereka tanpa mereka sadari.

Oleh karena itu, mahasiswa yang cerdas adalah mereka yang mampu memilih paradigma berfikir yang baik serta lingkungan yang baik sehingga mereka bisa beradaptasi dan berinteraksi dengan teman yang baik yang memiliki status yang sama yaitu sebagai mahasiswa sekalipun dengan latar belakang yang berbeda. Misalnya hidup di lingkungan pondok (ma’had) yang biasa dikenal sebagai pondok mahasiswa. Sebagai contoh adalah Ma’had Sunan Ampel Al-Ali UIN Malang, yang penghuninya mayoritas adalah mahasiswa baru yang disebut mahasantri. Sedangkan mahasiswa lama, mereka ada yang menjadi mahasantri dan juga ada yang menjadi musyrif.

Hubungan antara musyrif dan mahasantri sangat menentukan prestasi mereka, baik prestasi akademik maupun prestasi organisasi karena adanya latar belakang serta potensi yang mereka miliki. Sehingga dengan optimalisasi potensi yang mereka miliki itulah, mereka bisa menjadi generasi rabbany atau generasi ulul albab yang selalu mengedepankan nilai spiritualitas daripada rasionalitas. Lalu bagaimanakah cara memanfaatkan keberagaman latar belakang dan potensi yang berbeda itu? Maka disinilah pentingnya komunikasi dan interaksi serta pemanfaatan potensi diantara mereka, yaitu dengan cara:
1. Meperkuat silaturrahim antara musyrif dan mahasantri
2. Tukar menukar ilmu pengetahuan
3. Memanfaatkan halaqol sebagai tambahan wawasan keilmuan dan penyegaran intelektual (fikriyah) dan spiritual (ruhiyah)
4. Membudayakan karya tulis ilmiah dan billingual diantara mereka
5. Dan lain sebagainya

Dari apa yang disebutkan diatas, maka tentunya seorang mahasiswa maupun mahasantri harus memiliki manajemen diri yang kreatif sehingga mampu mengantarkan dirinya menjadi orang sukses tanpa selalu mentergantungkan dirinya kepada orang lain, misalnya memanaje waktu aktivitasnya dengan baik, selalu aktif (bukan reaktif), menentukan sasaran, menentukan prioritas dalam bertindak, mempertahankan fokus, dan melakukan aktifitas yang baik sekarang juga (DO IT NOW):

D = Divide (membagi-bagi tugas).
O = Organize (mengatur bagaimana melaksanakannya).
I = Ignore (mengabaikan gangguan).
T = Take (mengambil peluang).
N = Now (sekarang ia hasus menjalankannya).
O = Opportunity (mengambil kesempatan).
W = Watch out (waspada dengan waktu).

Waspada terhadap waktu dan tidak menunda-nunda pekerjaan adalah sikap yang cerdas karena “Penundaan adalah pencuri waktu”. Jadi kita harus memanfaatkanlah waktu yang “tersembunyi” secara produktif. Waktu adalah sesuatu paling bernilai yang dapat dihabiskan manusia (Theophrastus, 278 SM).

Waktu Dalam Persfektif Fisika

Prof Bahaudin Mudhary, seorang ulama kontemporer, sekaligus fisikawan, dan ahli berbagai macam bahasa dunia, dalam berbagai karya ilmiahnya menyebutkan bahwa pada dasarnya manusia juga memiliki dimensi cahaya yang dalam dirinya bersemayam sebagai ruh. Kualitas ruh inilah yang bisa mengubah persepsi seseorang tentang waktu. Pendapat seperti ini sebenarnya juga pernah dilontarkan oleh seorang sufi Persia abad pertengahan, Fakhruddin Iraqi, yang membagi bermacam-macam waktu (dahr) berdasarkan derajat suatu makhluk. Dalam karyanya Ghayah Al-Imkan Fi Dirayah Al-Makan yang merupakan hasil sebuah kontemplasi pengalaman mistik, Iraqi menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas makhluk, maka ia semakin dekat dengan Waktu Ilahi. Lebih jauh dari itu, Mudhary juga menjabarkan relasi antara jasad dan ruh dalam diri manusia yang bisa dirumuskan secara ilmiah melalui postulat Einstein yang terkenal, E = mc2 (E=energi, m = massa dan c = kecepatan cahaya), di mana potensi ruh ditandai sebagai (c) dan tubuh material manusia sebagai (m). Di sinilah kemudian muncul hipotesis bahwa pengembangan ruhaniyah seseorang bisa melipatgandakan seluruh potensi dirinya yang sekaligus berarti memperkaya penghayatannya terhadap waktu.
(By: Handy AFi2*)

0 komentar:

Posting Komentar